banner 728x250

“Leuit,Huma,Dan Ketahanan Pangan:Warisan Kearifan Lokal Untuk Masa Depan”

banner 120x600
banner 468x60

 

Ekonomi sering dimaknai sekadar angka produksi, konsumsi, dan surplus. Padahal, akar kata oikos nomos berarti aturan rumah tangga—rumah dalam arti luas: bumi, air, hutan, dan manusia. Dari sinilah kearifan lokal Nusantara memberi pelajaran berharga tentang ketahanan pangan.

 

Bagi masyarakat Sunda dan salah satunya masyarakat Baduy, pangan bukan sekadar komoditas, tetapi kehidupan itu sendiri. Padi dipandang sebagai indung, ibu kehidupan, sehingga ditanam dengan penuh hormat dan disimpan dalam leuit (lumbung padi) yang bukan hanya gudang, melainkan simbol kesabaran dan cadangan masa depan. Prinsipnya sederhana: menanam secukupnya, menjaga tanah tetap subur, dan berbagi hasil dengan sesama.

 

Masyarakat Baduy bahkan menolak memperjualbelikan padi, sebab padi adalah ruh kehidupan. Mereka bertani dengan pola huma—ladang berpindah dengan rotasi panjang—tanpa pupuk kimia dan tanpa merusak hutan. Sementara itu, masyarakat baduy menjaga lumbung padi, dengan etika pamali: menebang sembarangan dianggap salah, menanam berlebihan dianggap rakus.

 

Kearifan lokal ini seolah kontras dengan logika modern yang mengejar produksi besar-besaran. Namun di tengah krisis iklim, cara-cara tradisional justru menawarkan solusi: pertanian yang berkelanjutan, distribusi yang adil, dan ketahanan pangan yang tahan guncangan. Ungkapan Sunda leuweung hejo, masyarakat ngejo; leuweung gundul, masyarakat mulih ajrug-ajrug masih relevan hari ini—jika hutan hijau, rakyat makmur; jika hutan gundul, rakyat sengsara.

 

Bahasa ekonomi berbasis kearifan lokal mengajarkan kosakata yang lebih manusiawi: sabilulungan (gotong royong), pamali (etika larangan), leuit (lumbung harapan). Ia menempatkan ekonomi bukan sekadar soal angka, melainkan tata cara hidup yang adil terhadap manusia, alam, dan Sang Pencipta.

 

Dari Sunda, salah satunya masyarakat Baduy, kita belajar: ketahanan pangan sejati tidak lahir dari gudang penuh beras, tetapi dari harmoni manusia dengan bumi. Selama kearifan ini dijaga, kehidupan akan terus berlanjut dengan damai.

 

 

Bedi Budiman

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *