banner 728x250

Masyarakat Sebagai Sekolah Kehidupan: Mengembalikan Jiwa Belajar di Tengah Zaman Digital

banner 120x600
banner 468x60

Di tengah derasnya arus digital dan budaya instan, banyak orang mulai kehilangan kebiasaan bertanya.
Gawai menggantikan guru, algoritma menggantikan rasa ingin tahu.
Namun di tengah perubahan besar ini, masyarakat seharusnya kembali menjadi sekolah kehidupan — tempat manusia belajar tidak hanya dari teks, tapi juga dari realitas.

Narasi Kesadaran: Belajar dari Kehidupan Nyata

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, Ruhli Solehudin, menyampaikan bahwa tantangan pendidikan hari ini bukan hanya keterbatasan fasilitas, tetapi hilangnya kesadaran untuk terus belajar di luar ruang kelas.
“Setiap interaksi sosial adalah ruang belajar; setiap kesalahan adalah materi pelajaran,” ujarnya dalam satu pertemuan reflektif bersama pengelola PKBM.

Pesan ini mengandung makna besar: pendidikan bukan monopoli lembaga, melainkan napas kehidupan masyarakat.
Gotong royong, dialog antarwarga, hingga kesadaran menjaga lingkungan — semua itu bagian dari kurikulum sosial yang membentuk karakter bangsa.

Narasi Keberanian: Bertanya di Tengah Banjir Informasi

Di era digital, berani berpikir kritis menjadi bentuk keberanian baru.
Kepala Bidang PAUD dan Dikmas, Jajang Sutisna, menekankan pentingnya membina literasi digital yang beretika dan berakal sehat.
“Anak muda harus diajarkan bukan hanya cara mencari informasi, tapi cara memeriksa kebenarannya,” ujarnya.

Sikap bertanya, menyelidiki, dan menguji kebenaran adalah fondasi pendidikan modern.
Tanpa itu, generasi kita akan cerdas secara teknis namun kosong secara makna — tahu banyak, tapi tidak memahami apa-apa.

Narasi Spiritualitas Ilmu: Belajar untuk Menjadi Manusia

Dalam kearifan Sunda, hirup téh sakola, pati téh ijazah.
Hidup adalah tempat belajar, dan kematian adalah penegasan bahwa pelajaran telah usai.
Artinya, manusia sejati tidak berhenti belajar selama masih bernapas.

Pendidikan digital harus kembali diarahkan ke nilai-nilai itu — bukan sekadar mengikuti tren, tetapi menemukan jati diri di tengah perubahan.
Ketika masyarakat menyadari bahwa setiap hari adalah pelajaran, maka Cianjur telah menjadi kabupaten pembelajar yang sadar dan berjiwa.

“Teknologi boleh mempercepat informasi, tapi hanya kesadaran yang bisa menumbuhkan kebijaksanaan.”

Penutup Redaksi:
Tulisan ini adalah bagian dari upaya membangkitkan kesadaran publik bahwa pendidikan sejati tumbuh dari masyarakat sendiri.
Melalui kerja bersama Dinas Pendidikan, PKBM, dan berbagai pihak, Cianjur menapaki jalannya menuju pendidikan yang adil, berjiwa, dan berkelanjutan.

#CianjurMelekBelajar

Bedi Budiman

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *