banner 728x250
Berita  

Pengadilan Agama dan Kemudahan Perceraian: Antara Perlindungan Hukum dan Krisis Institusi Keluarga

Meningkatnya angka perceraian memunculkan kritik terhadap peran Pengadilan Agama dalam menjaga keseimbangan antara hak individu dan keutuhan keluarga.

banner 120x600
banner 468x60

Cianjur, Bicaranews.id

Dalam beberapa tahun terakhir, tren meningkatnya angka perceraian di Indonesia, khususnya Kabupaten Cianjur, menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Salah satu faktor yang disorot adalah peran Pengadilan Agama yang dinilai terlalu mudah mengabulkan permohonan cerai. Meskipun proses hukum telah dilalui secara formal, pertanyaan mendasar yang muncul adalah apakah asas keutuhan keluarga telah benar-benar dipertimbangkan?

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), perceraian merupakan jalan terakhir setelah upaya perdamaian tidak berhasil. Namun, dalam praktiknya, mediasi sering kali hanya menjadi formalitas belaka, padahal mediasi telah diatur dalam Pasal 130 HIR dan Perma No. 1 Tahun 2016. Banyak pasangan datang ke pengadilan bukan untuk mencari solusi, tetapi untuk mengakhiri pernikahan. Yang menjadi masalah adalah ketika majelis hakim tampak terlalu cepat mengambil keputusan cerai tanpa menggali lebih dalam akar persoalan rumah tangga yang dihadapi.

Lebih lanjut, asas ne bis in idem dan res judicata pro veritate habetur seharusnya menjadi landasan penting dalam menilai permohonan cerai yang diajukan kembali setelah ditolak di tingkat sebelumnya. Dalam beberapa kasus, Pengadilan Agama tetap memeriksa dan mengabulkan permohonan cerai yang pada hakikatnya mengulang pokok perkara yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini tidak hanya merusak prinsip kepastian hukum, tetapi juga mencederai rasa keadilan bagi pihak yang pernah menang.

Kritik ini bukan untuk menolak hak setiap warga negara untuk mengakhiri hubungan perkawinan yang bermasalah. Namun demikian, lembaga peradilan harus tetap menjaga keseimbangan antara perlindungan hukum individu dan upaya menyelamatkan institusi keluarga sebagai pilar sosial bangsa. Pengadilan Agama harus memperkuat fungsi mediasi, melibatkan ahli keluarga, psikolog, dan menjadikan keputusan cerai sebagai langkah terakhir yang benar-benar tidak terhindarkan.

Reformasi dalam tata laksana peradilan keluarga menjadi keniscayaan. Jika tidak, maka Pengadilan Agama akan terjebak menjadi institusi legalisasi perpisahan, bukan penjaga keutuhan keluarga sebagaimana semangat awal pendiriannya.

Penulis percaya bahwa dengan kehati-hatian, integritas, dan komitmen terhadap nilai-nilai dasar peradilan keluarga, Pengadilan Agama dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat dan memainkan peran yang lebih konstruktif dalam memperkuat tatanan sosial yang sehat dan berkeadaban.

(Brody Jenner)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *