banner 728x250
Berita  

PKBM di Persimpangan: Antara Amanah Mencerdaskan Bangsa dan Beban Pungutan Berkedok Kegiatan

banner 120x600
banner 468x60

Cianjur – Semangat mencerdaskan kehidupan bangsa kini menghadapi ujian di tingkat akar rumput. Sekitar 360 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kabupaten Cianjur disebut tengah menghadapi tekanan sosial dan psikologis akibat munculnya berbagai kegiatan berbiaya tinggi yang dikaitkan dengan program pendidikan nonformal.

Berdasarkan keterangan dari sejumlah pengelola PKBM, kegiatan yang dikemas dengan tajuk pelatihan atau acara jurnalis back to school sering kali disertai biaya pendaftaran yang dinilai memberatkan lembaga. Beberapa di antaranya diselenggarakan dengan dalih pembinaan, kerja sama, atau rumah terbuka lembaga tertentu, namun manfaat riil bagi peningkatan mutu pendidikan dinilai sangat minim.

“Kalau dana itu digunakan langsung untuk keperluan belajar, mungkin bisa membantu membeli kursi, cat, atau perlengkapan belajar bagi warga. Tapi justru habis untuk acara yang nilai pendidikannya hampir tak terasa,” ujar salah satu pengelola PKBM yang enggan disebut namanya, dengan nada getir.

Dasar Hukum dan Kedudukan PKBM

Secara yuridis, PKBM merupakan satuan pendidikan nonformal yang diakui oleh negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 26 ayat (1).

PKBM berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau pelengkap pendidikan formal, serta bertujuan untuk mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Hak PKBM dijamin oleh Pasal 49 UU Sisdiknas, yakni berhak atas dukungan pendanaan dari pemerintah pusat maupun daerah.

Artinya, tidak dibenarkan adanya pungutan atau kewajiban biaya tambahan di luar ketentuan resmi yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan.

Hal ini diperkuat oleh Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Dana Bantuan Pemerintah di Bidang Pendidikan, yang menegaskan bahwa penerima bantuan tidak boleh dibebani kewajiban tambahan, termasuk melalui kegiatan berbayar.

Potensi Pungli dan Aspek Hukum

Kegiatan yang mewajibkan pembayaran tanpa dasar hukum yang jelas dapat dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli).

Menurut Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, setiap bentuk pungutan di luar ketentuan resmi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau pihak yang bekerja sama dengan lembaga pemerintah dapat diproses secara hukum.

Selain itu, Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menegaskan bahwa setiap pejabat publik yang memanfaatkan jabatan untuk meminta atau menerima pembayaran yang tidak sesuai ketentuan dapat dijerat pidana.

Secara administratif, praktik tersebut juga bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Analisis Akademik dan Filosofis

Pendidikan nonformal seperti PKBM sejatinya lahir dari semangat andragogi — pendidikan bagi orang dewasa yang bertumpu pada kemandirian, keswadayaan, dan semangat gotong royong masyarakat.

Menurut pandangan akademik, PKBM bukan sekadar lembaga, tetapi gerakan sosial rakyat untuk merdeka dari ketertinggalan.

“Ketika lembaga pendidikan rakyat ini justru menjadi objek beban pungutan, maka kita sedang membunuh akar kemerdekaan belajar itu sendiri,” ujar Nendi Runendi, saat dimintai tanggapan.

Menurutnya, fenomena ini perlu menjadi perhatian serius seluruh pemangku kebijakan agar fungsi PKBM sebagai penopang pendidikan kesetaraan tidak direduksi menjadi proyek administratif.

Nendi menegaskan, pendekatan terhadap PKBM seharusnya berbasis empati dan pemberdayaan, bukan eksploitasi.

“PKBM berdiri dari keringat rakyat yang ingin maju. Jangan biarkan semangat itu padam karena kebijakan yang kehilangan nurani,” ujarnya.

Dimensi Kultural dan Etika Sosial

Dalam konteks budaya Sunda, pendidikan selalu dipandang sebagai laku pangabaktian — pengabdian kepada Tuhan dan sesama.

Menyalahgunakan amanah pendidikan berarti melanggar nilai luhur yang diwariskan leluhur Cianjur sebagai “tataning elmu jeung kahadean” (tatanan ilmu dan kebaikan).

Sebagaimana pepatah Sunda mengatakan:

“Elmu teu meunang dijual, kudu dilarapkeun pikeun ngahudang rasa manusa.”

Ilmu tidak boleh dijadikan komoditas, tapi harus digunakan untuk membangkitkan kemanusiaan.

Seruan Moral

Fenomena pungutan berkedok kegiatan ini tidak hanya merusak sistem pendidikan, tetapi juga menekan mental para pengelola PKBM yang terus berjuang di tengah keterbatasan.

Sudah saatnya pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan masyarakat sipil bersinergi membersihkan sistem pendidikan nonformal dari praktik-praktik yang melemahkan akar keikhlasan.

“PKBM bukan ladang proyek, tetapi taman ilmu rakyat,”

tutur Nendi menutup pernyataannya,

“dan di sanalah bangsa ini belajar kembali menjadi manusia merdeka.”

Bedi Budiman

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *