Refleksi Bedi Budiman, SH – Wakil Ketua Umum YLBH Pojok Kesetaraan Masyarakat
Di tengah derasnya perubahan sosial, masih banyak warga yang terjerat persoalan hukum karena satu sebab sederhana: tidak tahu haknya sendiri.
Inilah sebab mengapa Bedi Budiman, SH, Wakil Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Pojok Kesetaraan Masyarakat, menegaskan bahwa memahami hukum bukanlah urusan pengacara semata, melainkan kebutuhan dasar setiap warga negara.
“Banyak orang menjadi korban bukan karena jahat, tapi karena tidak tahu cara melindungi haknya. Maka paham hukum adalah bagian dari memerdekakan diri,” tutur Bedi dengan nada tenang namun penuh keyakinan.
—
Landasan dan Tanggung Jawab Hukum
Kegiatan edukasi hukum yang dilakukan YLBH Pojok Kesetaraan Masyarakat berpijak pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, yang menegaskan hak setiap warga negara untuk memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma, terutama bagi masyarakat miskin dan rentan.
LBH terakreditasi memiliki mandat untuk mendampingi perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara, serta memberikan penyuluhan, konsultasi, dan advokasi masyarakat.
Selain itu, Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2014 memperkuat pelaksanaan Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) di setiap pengadilan. POSBAKUM berfungsi memberikan informasi hukum, pembuatan dokumen, dan konsultasi hukum gratis bagi masyarakat tidak mampu.
Dengan adanya POSBAKUM Desa/Kelurahan, masyarakat dapat mengakses jalur hukum tanpa rasa takut dan tanpa harus menunggu perkara muncul lebih dahulu.
YLBH Pojok Kesetaraan Masyarakat sendiri berdiri sebagai yayasan berbadan hukum, berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2001 jo. UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, dengan prinsip kerja pro bono publico — bekerja untuk kepentingan publik tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau pendidikan.
—
Psikologi Masyarakat: Hukum dan Luka Sosial
Dalam pandangan Bedi Budiman, kesenjangan pemahaman hukum bukan hanya persoalan pendidikan, tetapi juga persoalan psikologis dan historis.
Masyarakat kerap menaruh ketakutan terhadap proses hukum — seolah pengadilan hanyalah tempat orang bersalah, dan hukum hanya berpihak pada yang berduit.
“Itulah luka sosial yang masih kita warisi. Banyak orang takut bersuara karena merasa hukum tidak memihak mereka. Padahal hukum itu milik rakyat, bukan menara kekuasaan,” ujarnya.
Secara psikologis, ketidaktahuan hukum melahirkan rasa pasrah dan ketergantungan, yang membuat masyarakat mudah diarahkan, bahkan ditindas oleh sistem.
Program “Wajib Paham Hukum” berusaha menyembuhkan ketakutan kolektif ini dengan membangun keberanian berbicara dan kesadaran akan hak-hak sipil setiap warga.
—
Filsafat Hukum: Dari Rasa Takut ke Kesadaran Moral
Dalam filsafat hukum, kesadaran hukum adalah bentuk tertinggi dari keadaban.
Bedi mengutip pemikiran Gustav Radbruch yang menempatkan keadilan di atas sekadar kepastian hukum — sebab hukum tanpa keadilan hanyalah kekuasaan yang dingin.
Ia juga mengingatkan pandangan Roscoe Pound, bahwa hukum adalah a tool of social engineering — alat pembentuk peradaban, bukan sekadar alat penghukuman.
“Hukum yang hidup bukan di buku, tapi di dada manusia. Jika masyarakat tidak paham hukum, maka hukum kehilangan jiwanya sebagai pelindung kehidupan bersama,” ungkapnya.
Kesadaran hukum, menurut Bedi, tidak hanya bicara soal pasal dan prosedur, tetapi juga soal moral dan tanggung jawab sosial.
Memahami hukum berarti memahami batas, memahami hak orang lain, dan belajar hidup dalam keseimbangan antara kebebasan dan ketertiban.
—
Kesetaraan dan Harapan
YLBH Pojok Kesetaraan Masyarakat akan terus memperluas akses edukasi hukum melalui Posbakum Desa, pelatihan paralegal masyarakat, dan konsultasi hukum terbuka, agar setiap warga dapat memahami hukum secara utuh dan berdaya secara hukum.
“Kami tidak ingin hukum hanya dikenal ketika masalah datang. Kami ingin hukum menjadi cahaya dalam keseharian — agar masyarakat hidup setara dan merdeka di bawah keadilan,” tutup Bedi Budiman.
—
Dasar Hukum Terkait
1. UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1)
2. UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum
3. UU Nomor 16 Tahun 2001 jo. UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan
4. PERMA Nomor 1 Tahun 2014 tentang Layanan Hukum bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan










